Senin, 21 Juni 2010

Peran Masyarakat dalam Pendidikan

(Oleh Drs. Suharman, M.Pd.) PERAN serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Umumnya lebih bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan seperti pengambil keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas.Berkaitan akuntabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder).
Berdasar kenyataan-kenyataan tersebut, tentu saja perlu dilakukan upaya perbaikan. Salah satunya, mereorientasi penyelenggaraan pendidikan yang melibatkan peran masyarakat secara sinergi. Guna mewujudkan visi dan misi sekolah sesuai

paradigma baru manajemen pendidikan, perlu memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekolah secara optimal. Hal ini penting karena sekolah perlu masukan dari masyarakat dalam menyusun program yang relevan, sekaligus dukungan untuk melaksanakan program tersebut.Di sisi lain, masyarakat memerlukan jasa sekolah untuk mendapat program pendidikan sesuai keinginan. Jalinan semacam itu dapat terjadi, jika kepala sekolah aktif dan dapat membangun hubungan yang saling menguntungkan.
Menurut Mulyasa, maksud hubungan sekolah dengan masyarakat adalah, pertama, mengembangkan pemahaman tentang maksud dan saran dari sekolah. Kedua, menilai program sekolah; ketiga, mempersatukan orang tua siswa dan guru dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik; Dan, keempat, mengembangkan kesadaran pentingnya pendidikan sekolah dalam era pembangunan.Kelima, membangun dan memelihara kepercayaan masyarakat terhadap sekolah; keenam, memberi tahu masyarakat tentang pekerjaan sekolah; ketujuh, mendukung dan membantu pemeliharaan dan peningkatan program sekolah.
Model manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan seluruh proses kegiatan sekolah yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh. Selain itu, pembinaan secara kontinu untuk mendapatkan simpati dari masyarakat pada umumnya, khususnya yang berkepentingan langsung dengan sekolah. Dengan demikian, kegiatan operasional pendidikan, kinerja, disiplin, dan produktivitas sekolah semakin efektif dan efisien. Pada hakikatnya, sekolah merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat, seperti para orang tua yang tergabung dalam komite sekolah. Berdasarkan hasil penelitian Wood dkk., melibatkan orang tua di sekolah dalam situasi disiplin adalah penting agar suatu program disiplin efektif. Dengan begitu, seluruh warga sekolah merasa mendapat kontrol lebih ketat dalam arti yang baik dan positif.
Dilihat dari konsep pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kualitas diri, mulai yang tidak berpendidikan sampai berpendidikan tinggi. Sementara itu, masyarakat juga disebut lingkungan pendidikan nonformal yang memberi pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis.Antara masyarakat dengan pendidikan punya keterkaitan dan saling berperan. Apalagi dalam zaman sekarang setelah otonomi daerah. Depdiknas saat ini, menyiapkan pelaksanaan desentralisasi pendidikan yang di dalamnya mencakup manajemen berbasis sekolah (school based management).
Dengan MBS yang berorentasi pada empat aspek, pemberdayaan sekolah dapat dilakukan lebih optimal. Aspek dimaksud adalah meningkatkan mutu pendidikan, pemerataan, relevansi, dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan. Keempat aspek itu merupakan masalah yang sangat menonjol dalam pembangunan pendidikan.Partisipasi orang tua siswa atau masyarakat merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan desentralisasi pendidikan dalam bentuk manajemen berbasis sekolah atau otonomi sekolah. Partisipasi orang tua siswa yang diukur, antara lain, (1) partisipasi dalam ikut menentukan kebijakan dan program sekolah, (2) ikut mengawasi pelaksanaan kebijakan dan program sekolah, (3) pertemuan rutin sekolah, (4) kegiatan ekstrakurikuler, (5) pengawasan mutu sekolah, (6) pertemuan masyarakat, (7) membiayai pendidikan, (8) mengembangkan iklim sekolah, dan (9) pengembangan sarana dan prasarana fisik sekolah.Dalam implementasinya diharapkan kebijakan warga sekolah dan masyarakat yang tergabung dalam wadah komite sekolah tidak rancu, sehingga masing-masing harus mengetahui rambu-rambu batasan peran dan fungsi komite sekolah.
Kalau kita lihat, peran komite sekolah adalah pemberi pertimbangan (advisor agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan; pendukung (supporting agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan; pengontrol (controling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas, dan keluaran pendidikan, dan mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Sedangkan, fungsi komite antara lain, mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah --berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; serta menampung dan menganalisis ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
Lalu, memberi masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai kebijakan dan program pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah, kriteria kinerja satuan pendidikan, tenaga kependidikan, fasilitas pendidikan, dan hal-hal yang terkait pendidikan.Juga, mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan serta menggalang dana masyarakat dalam rangka kebijakan program penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Keterlibatan masyarakat dalam lingkungan sekolah dan peran fungsi program-program yang telah ditargetkan dan direncanakan oleh sekolah, merupakan keputusan bersama antara masyarakat sekolah (kepala sekolah, dewan guru, tata usaha) dan orang tua/masyarakat untuk mendukung kebijakan yang ditetapkan. Contohnya, pertama, masyarakat dan orang tua siswa dapat berperan fungsi memberi pertimbangan, jika sekolah mempunyai program kurikulum muatan lokal sehingga masyarakat atau orang tua siswa tahu tujuan dan manfaat pengembangan kurikulum muatan lokal tersebut. Kedua, masyarakat dan orang tua siswa dapat mendukung perencanaan yang diprogramkan sekolah seperti pembangunan fisik, sarana olah raga, ibadah, dan laboratorium komputer yang merupakan kegiatan ekstrakurikuler siswa.Ketiga, masyarakat dan orang tua selaku stakehoder dapat meminta pertangungjawaban kepala sekolah atas hasil prestasi anak didiknya sesuai program sekolah, yaitu visi dan misi yang tertuang dalam renstra sekolah. Keempat, masyarakat atau orang tua siswa dapat berperan dan fungsinya sebagai mediator, jika sekolah ada kendala dengan pemerintah, misalnya, sekolah mempunyai program pengentasan anak tidak mampu sehingga perlu ada beasiswa dari pemerintah yang perlu diperjuangkan.
Pelibatan orang tua atau masyarakat dalam komite sekolah merupakan suatu keharusan dalam paradigma sosiologi pendidikan. Tanpa itu, semua program yang telah ditentukan sekolah tidak akan berjalan sesuai apa yang diharapkan.
Masyarakat perlu dilibatkan dalam segala kebijakan sekolah, sehingga mereka mempunyai rasa tanggung jawab bersama. Contohnya, setiap rapat bulanan. Dewan guru perlu mengundang pengurus komite sekolah agar mereka dapat mengetahui secara transparan permasalahan yang ada sehingga orang tua siswa atau masyarakat dapat berperan dan berfungsi dalam komite sekolah untuk kemajuan bersama.Perlu dipahami, pihak pertama yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah orang tua. Fungsi sekolah adalah membantu, apalagi jika diingat sehari-hari anak didik lebih banyak menghabiskan waktunya di luar sekolah. Oleh karena itu, perlu dijalin hubungan sinergis antara orang tua sebagai pihak penanggung jawab pertama pendidikan anaknya dengan sekolah yang dititipi dan membantu mendidik anak yang bersangkutan.
Hubungan sinergis artinya saling bekerja sama dan saling mendukung. Orang tua dan sekolah perlu bersama-sama menentukan arah pendidikan bagi anak didik dan kemudian memikirkan bagaimana dapat mencapai arah tersebut secara maksimal. Orang tua sebagai salah satu stakeholder harus memiliki kesempatan ikut menentukan kebijakan pendidikan di sekolah.
Sebagai contoh, orang tua perlu ikut menentukan rencana pengembangan sekolah, aplikasi kurikulum, pembiayaan, dan sebagainya. Pelibatan orang tua dalam penyusunan kebijakan pendidikan di sekolah diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap program-program sekolah yang pada gilirannya mendorong mereka untuk mendukung penggalanggan dana dan fasilitas guna pelaksanaan program sekolah.
Prosedur untuk melibatkan orang tua murid dalam kegiatan sekolah disampaikan secara jelas dan digunakan secara konsisten. Orang tua murid diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengenali sekolah, bukan saja bentuk fisiknya, tetapi juga program pendidikannya. (*)

Selanjutnya......

Kamis, 17 Juni 2010

Optimalisasi Komite Sekolah

Oleh IWAN KURNIAWAN, S.Ag.KOMITE sekolah diben­tuk untuk memantapkan dan mengembangkan tradisi keterlibatan orang tua siswa dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Ada empat peran utama komite sekolah; (a) memberikan pertimbangan (advisory agency); (b) memberikan dukungan (supporting agency); (c) mengawasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah (controling agency); (d) penghubung antara sekolah dengan orang tua siswa (mediator).
Proses pembentukan komite sekolah memang ada yang sudah sesuai harapan. Bahkan ada yang sudah menerapkan budaya manajemen dengan kreasi dan inovasi yang membanggakan, sehingga keberadaan komite sekolah benar-benar dirasakan peran dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Namun, masih banyak pula komite sekolah yang belum sepenuhnya berperan sesuai harapan dan ketentuan yang ada. Komite sekolah yang dibentuk belum memiliki kerangka acuan yang dapat dijadikan rambu-rambu dalam pelaksanaan kegiatan. Belum memiliki program kerja jangka panjang, menengah, dan pendek yang disusun berdasarkan aspirasi orang tua dan masyarakat, sebagai komponen utama stakeholder pendidikan.
Kondisi umum di lapangan, komite sekolah masih dipersepsikan sebagai lembaga sekolah yang fungsinya terbatas pada pengumpulan dana pendidikan dari orang tua siswa saja. Peran dan fungsi pengurus komite sekolah belum optimal. Komite sekolah juga belum melakukan pengelolaan keuangan yang menjadi wewenangnya, padahal dalam kepengurusan komite sekolah ada bendahara. Idealnya, keuangan yang berasal dari dana sumbangan pendidikan (DSP) dikelola oleh bendahara komite. Tapi kenyataannya, masih ada persoalan keuangan ditangani pihak sekolah, dalam hal ini kepala sekolah.
Salah satu fungsi komite sekolah adalah melakukan kontrol sosial dan transparansi anggaran serta akuntabilitas penggunaan anggaran. Di beberapa sekolah, masih ada projek-projek rehabilitasi dan pembuatan gedung sekolah yang masih dikelola pihak sekolah, padahal sudah memiliki komite sekolah. Akibatnya, karena tidak dilibatkan dalam proses pembangunan dan penyusunan RAPBS, hubungan komite sekolah dengan pihak sekolah pun menjadi tidak harmonis.
Peran komite sekolah adalah sebagai pemberi pertimbangan dan masukan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Juga sebagai pendukung, baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga, dalam upaya memajukan sekolah secara bersama-sama. Keberhasilan pendidikan bukan cuma memerlukan peran guru, masyarakat (publik) yang diwakili komite sekolah, juga perlu dilibatkan.
Untuk menjalankan perannya, komite sekolah memiliki fungsi mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Secara kelembagaan, komite sekolah langsung dapat diawasi oleh masyarakat. Posisi kepala sekolah bukan sebagai pembina, tetapi sejajar dengan komite sekolah dan bermitra dalam tata kerja di sekolah. Begitu pun komite sekolah, memiliki tugas mendorong orang tua dan masyarakat agar berpartisipasi dalam pendidikan, serta menggalang atau menggali potensi-potensi dana masyarakat untuk pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tersebut.
Oleh karena itu, keberadaan komite harus benar-benar diberdayakan di setiap sekolah. Jika organisasi komite sudah berjalan optimal sesuai fungsi dan perannya, ia akan benar-benar memberikan manfaat yang besar terhadap sekolah.
Tapi, masih ada persoalan mendasar yang menghambat kinerja komite sekolah. Di antaranya, masih ada komite sekolah yang mewarisi pola-pola BP3, sehingga hanya namanya yang berubah. Timbul kesan yang negatif terhadap keberadaan komite sekolah. Setelah dibentuk komite sekolah, iuran siswa malah naik karena sebagian dipakai biaya operasional komite serta program kerja yang belum jelas. Terkesan meniru kepemimpinan birokrat, komite sekolah hanya dijadikan stempel oleh kepala sekolah. Padahal, komite memiliki kinerja yang berbeda dengan kepala sekolah.
Mengelola pendidikan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi perlu waktu dan proses yang panjang. Di sinilah kinerja komite sekolah dipertaruhkan kepada masyarakat sebagai pemilik sejati pendidikan.***
Penulis, Sekretaris Komite Sekolah pada SMPN 6 Subang.

Selanjutnya......

Kamis, 03 Juni 2010

APA ITU PAKEM?

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya ("time on task") tinggi


APA ITU PAKEM?

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya ("time on task") tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.

Secara garis besar, PAKEM dapat digambarkan sebagai berikut:
· Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
· Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
· Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
· Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
· Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya
Bagaimana Pelaksanaan PAKEM?

Gambaran PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama KBM. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut adalah tabel beberapa contoh kegiatan KBM dan kemampuan guru yang besesuaian.

Selanjutnya......

Minggu, 30 Mei 2010

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH DI ERA MBS DAN GLOBALISASI

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Dari berbagai pengamatan dan analisis sedikitnya ada tiga faktor penyebab mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata

yaitu faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional yang menggunakan pendekatan education fungtion atau input-output analisis tidak dilaksanakan secara konsekuen. Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Faktor ketiga, peranserta warga sekolah khususnya guru dan peranserta masyarakat khususnya orangtua siswa dalam penyelenggara pendidikan selama ini sangat minim.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut diatas, maka sejak tahun 1999, pemerintah melakukan uji coba Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terhadap 3000 SMP di seluruh Indonesia. Dari hasil monitorin diklaim bahwa dalam kurung waktu lima tahun terjadi peningkatan dan perbaikan mutu pendidikan disekolah, namun demikian pada peresmian “Plaza Insan Berprestasi “ oleh menteri pendidikan dikatakan bahwa masih perlu memperbaiki mutu pendidikan nasional.(Fajar online, 16 Januari 2007). Dengan demikan pernyataan menteri tersebut adalah salah satu indikator bahwa mutu pendidikan di negara kita saat ini masih belum menggembirakan. Salah satu faktor yang sangat berperang dalam menentukan tinggi rendahnya mutu pendidikan adalah kompetensi manajemen kepala sekolah. Dimasa sentralisasi, kepala sekolah hanya sebagai operator kebijakan propinsi atau pusat sehingga kepala sekolah tidak merasa bertanggung jawab sepenuhnya terhadapa mutu sekolah yang dia pimpinnya. Hal ini menyebabkan tidak ada inisiatif atau kreatifitas dalam meningkatkan mutu sekolah. Setelah diberlakukannya MBS bukan berarti bahwa tantangan terhadap usaha peningkatan mutu pendidikan akan mudah teratasi bahkan akan menimbulkan tantangan baru yang kelihatannya lebih sulit untuk diatasi karena segala hal yang berhubungan dengan operasional sekolah tidak lagi dikomando dari atas tetapi diserahkan kepada sekolah. Model demikian telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tanun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, Undang-undang nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, Keputusan Mendiknas Nomor 044 tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Permen Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan serta Kepmen nomor 087 tentang akreditasi Sekolah.
Landasan yuridis tersebut menyebabkan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah. Degan demikian sekolah diharapkan dapat mengelolah, mengadakan, dan memamfaatkan sumberdayanya secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan MBS akan terjadi beberapa hal, seperti Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemamfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya; Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Dengan demikian sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan. Bahkan model MBS sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif yang didukung oleh orang tua siswa, masyarakat sekitar, pemerintah daerah setempat ; dan sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.
Harapan-harapan positif demikian sekaligus sumber tantangan setiap kepala sekolah karena kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaan sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, motivator, juga mampu berperang sebagai figur dan mediator (EMASLIM-FM). Penulis yang telah menekuni pekerjaan sebagai guru selama lebih 12 tahun berasumsi bahwa, kurang kepala sekolah yang berpredikat EMASLIM-FM). Bahkan merasa belum pernah dipimpin oleh kepala sekolah demikian. Umumnya kepala sekolah hanya terampil dalam hal administrasi, supervisor, manajer bahkan ada kepala sekolah pengetahuannya lebih minim lagi namun tetap dipercaya menjadi kepala sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah sebagai strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan harus didukung oleh sumber daya manusia yang terampil, artinya perlu disiapkan calon kepala sekolah yang betul-betul memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mengaplikasikan program MBS tersebut. Diera MBS, disamping harus memiliki kemampuan dasar (EMASLIM-FM), seorang kepala sekolah juga harus memiliki kemampuan husus. Kemampuan husus yang dikmaksud adalah (1). Seorang kepala sekolah harus memiliki sikap kritis dan ilmiah, agar mampu merespon atau berperang serta dalam menanggapi perubahan fisik maupun sosial dilingkungannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar kepala sekolah tidak mampu bersikap kritis dan ilmiah sehingga tidak bisa melihat persoalan-persoalan sosial yang kemungkinan dapat berpengaruh terhadap sekolahnya, sekaligus dapat dijadikan permasalahan dalam rangka penulisan karya ilmiah. Tidak heran jika saat ini banyak kepala sekolah bertumpuk pada jenjang kepangkatan IV/a. Sedangkan untuk naik jenjang kepangkat IV/b harus menyertakan karya tulis ilmiah. Seorang kepala sekolah sewajarnya mampu menulis seperti karya tulis ilmiah populer. Karena hal demikian dapat menjadi indikator bahwa seseorang dapat berpikir/bersikap ilmiah. Jika demikian maka seorang kepala sekolah dapat diyakini bahwa dia dapat merespon situasi aktual lingkungannya yang mungkin dapat berpengaruh terhadap tugasnya baik langsung maupun tidak. (2). Seorang Kepala sekolah perlu memahami perkembangan teknologi imformasi dan komunikasi. Zaman sekarang dikenal dengan istilah era imformasi. Imformasi begitu muda didapat dengan mengaksesnya melalui internet. Sehubungan dengan MBS seorang kepala sekolah harus terampil dalam mengakses imformasi dengan menggunakan teknologi canggi yang ada. Saat ini boleh dikata hampir seluruh kecamatan di Indonesia telah dijangkau signal ponsel yang berarti telah tersedia pasilitas untuk layanan internet. Kepala sekolah yang bertugas dipedalaman tidak bisa lagi beralasan bahwa sekolahnya jauh dari kota, karena sudah bisa menghubungi berbagai situs yang tersedia, misalnya milik Depdiknas atau situs edukasi yang menyediakan imformasi tentang persekolahan. Dengan demikian maka seorang calon kepala sekolah kedepan perlu memiliki kompetensi yang satu ini. Kepala sekolah yang tidak pro-aktif menjemput imformasi maka dia akan ketinggalan karena sekarang bukan lagi era menunggu petunjuk, tetapi kepala sekolah harus mampu berkreasi sendiri dalam rangka mensukseskan MBS di sekolahnya, karena pemerintah daerah/sekolah telah diberi wewenang 80 % oleh pusat dalam mensukseskan tujuan pendidikan nasional.

Selanjutnya......